Baca Juga :
1. Apa itu Penyitaan ?
Sita (Beslag) adalah suatu tindakan hukum pengadilan atas benda bergerak ataupun benda tidak bergerak milik Tergugat atas permohonan Penggugat untuk diawasi atau diambil untuk menjamin agar tuntutan Penggugat/Kemenangan Penggugat tidak menjadi hampa.Sedangkan menurut menurut M. Yahya Harahap, Penyitaan berasal dari terminology Beslag (Belanda) dan istilah Indonesia “Beslag” tetapi istilah bakunya
ialah sita atau penyitaan. Pengertian yang terkandung di dalamnya ialah :
a. Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berada ke dalam keadaan penjagaan (to take into custody the property of a defendant);
b. Tindakan paksa penjagaan (Custody) itu dilakukan secara resmi (official) berdasarkan perintah pengadilan atau hakim;
c. Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut, berupa barang yang disengketakan, tetapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai alat pembayaran atas pelunasan utang debitur atau Tergugat, dengan jalan menjual lelang (Exetorial Verkoop) barang yang disita tersebut;
d. Penetapan dan penjagaan barang yang disita, berlangsung selama proses pemeriksaan sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan sah atau tidak tindakan penyitaan itu.
2. Sifat Penyitaan
a. Penyitaan Bersifat Permanen
Penyitaan dapat bersifat permanen apabila penyitaan dikemudian hari dilanjutkan dengan amar putusan menyatakan sita yang telah diletakkan sah dan berharga dilanjutkan dengan perintah penyerahan kepada penggugat berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, atau apabila penyitaan dilanjutkan kemudian dengan penjualan lelang untuk melunasi pembayaran hutang tergugat kepada penggugat.b. Penyitaan Bersifat Temporer
Penyitaan dapat bersifat temporer (sementara) apabila penyitaan dikemudian hari dilanjutkan dengan amar putusan hakim memerintahkan pengangkatan sita. Perintah pengangkatan sita jaminan yang seperti ini terjadi berdasarkan surat penetapan majelis hakim pada saat proses persidangan mulai berlangsung, dan bisa juga dilaksanakan oleh majelis hakim pada saat menjatuhkan putusan ketika
gugatan penggugat ditolak.
3. Tujuan Penyitaan
Tujuan penyitaan adalah agar tergugat tidak memindahkanatau membebankan harta benda yang telah disita kepada pihak ketiga agar benda sitaan tersebut tetap untuk selama proses pemeriksaan perkara berlangsung sampai perkara tersebut memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap atau sampai dengan pelaksanaan putusan (eksekusi).
Kepastian objek eksekusi atas barang sitaan semakin sempurna sesuai dengan penegasan Mahkamah Agung RI. Yang menyatakan, bila putusan telah berkekuatan hukum tetap maka barang yang disita demi hukum langsung menjadi sita eksekusi.
4. Syarat Penyitaan
a. Sita Berdasarkan Adanya Permohonan
Para advokat / kuasa hukum biasanya mengajukan permohonan sita jaminan diajukan bersama-sama dalam surat gugatan, bentuk dan tata cara permohonan sita secara tertulis dalam bentuk surat gugatan, sekaligus bersamaan dengan pengajuan gugatan pokok.
b. Memenuhi tenggang waktu pengajuan sita
Penentuan tenggang waktu pengajuan sita diatur dalam pasal 227 HIR / 261 ayat R.Bg.
a. Ketentuan tenggang waktu yang dibenarkan karena hukum yaitu selama putusan belum dijatuhkan atau selama putusan belum berkekuatan hukum tetap
b. Sejak mulai berlangsung pemeriksaan perkara di sidang pengadilan sampai putusan dijatuhkan. Sesuai pasal 227 (1) HIR / 261 ayat 1 R. Bg sebagai : “Selama putusan belum dijatuhkan”.
c. Selama putusan belum dapat dieksekusi
Dalam pasal 227 (1) HIR / 261 ayat 1 R.Bg juga memuat ketentuan yang berbunyi “Selama putusan belum dapat dieksekusi (dilaksanakan), selama putusan belum dapat dilaksanakan untuk mengandung arti yuridis selama putusan yang bersangkutan belum memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
5. Alasan Penyitaan
Berdasarkan pasal 227 HIR / 261 RBG disebutkan alasan pokok permintaan sita atau penyitaan, yakni sebagai berikut :
a. Ada kekhawatiran atau persengketaan bahwa tergugat mencari akal untuk menggelapkan atau mengasingkan harta kekayaannya selama proses pemeriksaan perkara sedang berlangsung.
b. Kekhawatiran atau persangkaan itu harus nyata dan beralasan secara obyektif.
Penggugat harus dapat menunjukkan fakta tentang adanya langkah-langkah tergugat untuk menggelapkan atau mengasingkan hartanya selama proses pemeriksaan berlangsung, paling tidak tergugat dapat menunjukkan indikasi objektif tentang adanya daya upaya tergugat untuk menghilangkan atau mengasingkan barang-barangnya guna menghindari gugatan.
6. Penggugat Wajib Menunjukkan Barang yang akan disita
Dalam mengajukan permohonan untuk dilakukannya penyitaan, maka Penggugat wajib untuk menunjukkan barang yang akan disita dengan ketentuan penggugat harus dapat :
a. Menjelaskan letak, sifat dan ukuran barang
b. Mengemukakan surat-surat yang berkenaan dengan identitas barang
c. Status kepemilikan barang
Setelah penggugat telah dapat mengajukan bukti kepemilikan dan identitas barang yang akan diajukan sita, maka tugas hakim yang akan menilai apakah layak atau tidaknya barang tersebut disita.
7. Bentuk - Bentuk Penyitaan
a. Penyitaan Berdasarkan Jenisnya
a.1 Penyitaan terhadap barang milik sendiri
Penyitaan terhadap barang milik sendiri barang milik penggugat yang dikuasai oleh orang lain atau tergugat. Penyitaan ini bertujuan penyerahan barang yang disita kepada penggugat apabila putusan hakim telah berkekuatan hukum tetap.Sita jaminan terhadap barang milik sendiri ada dua macam yakni :
1. Sita Revindikasi (Revindikatoir)
Dalam pasal 260 R.Bg menurut pasal 1977 Ayat (2) KUH perdata disebutkan bahwa hanyalah pemilik benda yang bergerak yang barangnya dikuasai oleh orang lain yang dapat mengajukan sita revindikasi, tuntutan sita revindikasi ini dapat dikabulkan langsung terhadap orang yang menguasai barang sengketa tanpa meminta pembatalan lebih dahulu tentang jual beli dan barang yang dilakukan oleh orang tersebut dengan pihak lain.
Sita revindikasi hanya dapat dimohonkan sita berdasarkan sengketa hak milik, dan dasar alasan sengketa hak milik itu terbatas pada :
a. Benda yang dikuasai oleh tergugat dengan jalan melawan hukum (dicuri atau digelapkan);
b. Benda yang dikuasai tergugat dengan secara tidak sah seperti dari penadahan atau hasil penipuan.
Dalam pasal 823 RV sita marital dapat dimohonkan oleh seorang isteri kepada pengadilan dalam perkara perceraian, tujuannya agar pihak suami tidak memindahtangankan barang tersebut sesuai
pasal 190 KUH Perdata.
pasal 190 KUH Perdata.
Sita marital tidak diatur dalam R.Bg atau HIR tetapi diatur dalam pasal 823 RV. Sita ini hanya dapat diajukan terhadap harta bersama dalam perkawinan supaya harta tersebut, tetap utuh sampai perkara tersebut mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap atau sampai pelaksanaan eksekusi. Sita marital hanya dapat diajukan perhubungan dengan adanya perkara perceraian.
a.2 Penyitaan Terhadap Barang Milik Tergugat (Debitur) atau Sita Jaminan (Conservatoir Beslag)
Menurut Sudikno Merto Kusumo, sita conservatoir ini merupakan tindakan persiapan dari pihak penggugat dalam bentuk permohonan kepada ketua pengadilan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata. Penyitaan dapat menjaga barang agar tidak dialihkan atau tidak dijual.
Menurut Prof. Subekti dalam bukunya hukum acara perdata beliau tegas mengalihkan istilah conservatoir Beslag menjadi istilah yang bernama sita jaminan.
Penegasan Prof. Subekti itu diperkuat dengan SEMA No. 05/1975 Tanggal 1 Desember 1975, yang telah mengalih bahasa conservatoir Beslag menjadi sita jaminan. Sita jaminan diatur dalam Pasal 261 R.Bg. sita jaminan dapat berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak baik terhadap benda berwujud maupun tidak berwujud (Lychammelijk on Lychammelijk).
Tentang benda berwujud tentunya dapat kita temukan dengan mudah, sedangkan benda tidak berwujud misalnya macam-macam hal-hal tersebut seperti hak gadai, hak merek dan lainnya.
Menurut Sudikno Mentokusumo dalam bukunya hukum acara perdata Indonesia, yang dapat disita berdasarkan sita jaminan adalah :
1. Sita jaminan atas barang-barang bergerak milik debitur
2. Sita jaminan atas barang-barang tetap milik debitur
3. Sita jaminan atas barang-barang bergerak milik debitur yang adapada pihak
ketiga
4. Sita jaminan atas kreditur
5. Sita gadai (panden Beslag)
6. Sita atas barang-barang debitur yang tidak mempunyai tempat tinggal yang
dikenal di Indonesia atau orang yang bukan penduduk Indonesia
7. Sita jaminan terhadap pesawat terbang
8. Sita jaminan terhadap barang milik negara, ditambah
9. Sita jaminan atas kapal (menurut M. Yahya Harahap)
b. Penyitaan Berdasarkan Pelaksanaannya
b.1 Sita Persiapan (permulaan)
Sita dilaksanakan agar nantinya apabila putusan telah berkekuatan hukum tetap, putusan segera dapat dilaksanakan (dieksekusi) dan memastikan agar gugatan tidak hampa (illusoir)
Contoh sita persiapan adalah :
1) Sita jaminan (Consevatoir Beslag).
2) Sita revindikasi (revinikatoir Beslag).
3) Sita marital (marital Beslag).
b. Sita Eksekusi
Dari segi kewenangan, kewenangan memerintahkan sita eksekusi berada pada pimpinan Ketua Pengadilan Agama, hal ini diatur dalam Pasal 208 R.Bg Tentang Tata Cara Pelaksanaan Sita Eksekusi sama dengan tata cara sita jaminan. Sita eksekusi timbul akibat Tergugat (pihak yang kalah) tidak mau melaksanakan isi putusan secara sukarela. Dengan demikian salah satu prinsip yang melekat pada
eksekusi merupakan tindakan yang timbul secara sukarela.
c. Sita Lanjutan
Apabila harta kekayaan tersita telah habis yang hanya cukup untuk memenuhi sebagian tuntutan saja sedangkan pemohon yang lain belum mendapatkan bagian maka dapat diajukan lagi sita lanjutan agar terpenuhi semua tuntutan.
c. Sita Berdasarkan Jangka Waktu
a. Sita yang bersifat permanen
Dengan putusan menyatakan sita sah dan berharga dan putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap, penyitaan dapat dilanjutkan dengan perintah penyerahan benda atas barang penggugat dan dapat juga dilanjutkan dengan penjualan lelang guna memenuhi isi putusan.
b. Sita yang bersifat temporer
Penyitaan yang bersifat temporer ini belum dilandasi kekuatan hukum yang pasti berupa putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sewaktu-waktu sita yang demikian dapat diangkat bilamana gugatan penggugat ditolak.
8. Tata Cara Sita Jaminan (Conservatoir Beslag)
Berikut ini adalah tata cara megajukan sita jaminan :
1. Permohonan Sita
Penggugat mengajukan gugatan pokok perkara dapat sekaligus mohon diletakkan sita jaminan, atau dapat pula diajukan dalam proses persidangan yang sedang berlangsung.
2. Permohonan sita harus beralasan
Penggugat mempunyai alasan yang kuat bahwa Tergugat berusaha akan menghilangkan, memindah tangankan atau menyingkirkan dengan maksud menjauhkan barang-barang tersebut.
3. Ketua Pengadilan Agama (apabila belum menetapkan PMH) atau Ketua Majelis
(apabila telah ditetapkan PMH)
a. Memeriksa obyek sengketa yang dimohonkan sita tentang bukti kepemilikan, jenis, ukuran merek dan batas-batas kalau berupa benda tetap.
b. Memeriksa apakah beralasan bahwa Tergugat berusaha akan menghilangkan, memindah tangankan atau menyingkirkan atau mebnjauhkan barang tersebut.
c. Ketua Pengadilan Agama atau Ketua Majelis memberikan penetapan.
Penetapan tersebut ada tiga kemungkinan.
1) Mengabulkan permohonan sita dengan demikian Ketua Pengadilan Agama atau Ketua Majelis memerintahkan juru sita untuk melaksanakan penyitaan.
2) Menolak permohonan sita, karena tidak terbukti Tergugat akan menghilangkan, memindah tangankan atau menyingkirkan atau menjauhkan barang tersebut.
3) Menangguhkan permohonan sita karena majelis perlu mendengarkan jawaban dari Tergugat.
4. Penetapan dapat dijatuhkan oleh Ketua Pengadilan Agama sebelum menunjuk Majelis Hakim dan dapat juga oleh Ketua Majelis Hakim setelah mempelajari berkas perkara secara seksama.
5. Ketua majelis dalam menjatuhkan penetapan sita dapat bersama-sama dengan PHS, penetapan hari sidang dan dapat pula dalam sidang insidentil.
6. Pelaksanaan sita
Penyitaan dilaksanakan oleh juru sita atau juru sita pengganti dengan dibantu oleh 2 (dua) orang saksi.
7. Jurusita atau juru sita pengganti sebelum melaksanakan penyitaan sebaiknya memberitahukan kepada Kepala Desa / Lurah dan Termohon sita.
8. Penyitaan dilaksanakan di tempat letak barang tersita.
9. Jurusita atau juru sita pengganti membuat berita acara sita.
10. Jurusita atau juru sita pengganti menyerahkan salinan Berita Acara Sita kepada Termohon sita, Pemohon sita, Ketua Majelis / Ketua Pengadilan Agama dan Kepala Desa / Lurah untuk diumumkan.
11. Jurusita mendapatkan penyitaan tersebut kepada BPN jika barang yang disita berupa tanah yang bersertifikat dan mendaftarkan penyitaan tersebut kepada Kepala Desa / Lurahnya bila tanah yang disita belum bersertifikat serta mendaftarkan ke kepolisian bila yang disita berupa kendaraan bermotor.
12. Penjagaan barang sitaan diserahkan kepada tersita atau ketempat lain yang dianggap lebih aman (Pasal 212 R.Bg)
Bagaimana kalau juru sita atau juru sita pengganti dalam melaksanakan penyitaan tidak ditemukan barang yang akan disita? Atau barang yang akan disita tidak sesuai dengan penetapan sita.
Dalam hal yang demikian juru sita atau juru sita pengganti membuat Berita Acara yang menyatakan sita tidak dapat dilaksanakan karena barang-barang tersebut tidak dapat ditemukan selanjutnya dilaporkan kepada Ketua Pengadilan Agama atau Ketua Majelis.
9. Tata cara sita eksekusi
1. Permohonan sita eksekusi diawali dari permohonan eksekusi dari Penggugat atau pihak yang memang setelah putusan berkekuatan hukum tetap sedangkan Tergugat atau yang kalah tidak mau melaksanakan isi putusan secara sukarela.
2. Pemanggilan terhadap tereksekusi untuk diberi teguran (aanmaning).
Apabila tereksekusi dipanggil tidak hadir dan ketidakhadirannya beralasan, maka tereksekusi dipanggil sekali lagi untuk di aanmaning.
3. Apabila tereksekusi ketidakhadirannya tanpa alasan yang sah maka Ketua Pengadilan Agama dapat langsung mengeluarkan perintah sita eksekusi dengan membuat penetapan yang intinya memerintahkan juru sita atau juru sita pengganti untuk melaksanakan sita eksekusi.
4. Apabila tereksekusi hadir dalam panggilan tersebut maka Ketua Pengadilan Agama mengadakan sidang insidentil didampingi panitera sidang yang intinya menegur tereksekusi supaya melaksanakan isi putusan dengan member kesempatan selama 8 (delapan) hari.
5. Panitera sidang membuat Berita Acara Aanmaning.
Apabila dalam waktu 8 hari tereksekusi tidak melaksanakan isi putusan secara sukarela, maka Ketua Pengadilan Agama membuat penetapan yang isinya memerintahkan kepada juru sita atau juru sita pengganti melaksanakan sita eksekusi terhadap objek sengketa.
6. Juru sita atau juru sita pengganti sebelum melaksanakan penyitaan sebaiknya memberitahukan kepada Kepala Desa / Lurah dan termohon sita.
7. Penyitaan dilaksanakan di tempat letak barang tersita.
8. Juru sita atau juru sita pengganti melaksanakan penyitaan didampingi 2 (dua) orang saksi dan membuat Berita Acara sita eksekusi.
9. Juru sita atau juru sita pengganti menyerahkan salinan Berita Acara sita kepada tereksekusi, Pemohon eksekusi dan Ketua Pengadilan Agama serta Kepala Desa / Lurah untuk diumumkan.
10. Juru sita atau juru sita pengganti mendaftarkan penyitaan tersebut kepada BPN jika barang yang disita berupa tanah yang bersertifikat dan mendaftarkan kepada Kepala Desa / Lurah jika berupa tanah yang belum bersertifikat serta mendaftarkan ke kepolisian bila yang disita berupa kendaraan bermotor.
11. Penjagaan barang sitaan diserahkan kepada tersita atau ketempat lain yang dianggap lebih aman (Pasal 212 R.Bg)
12. Setelah objek sengketa diletakkan sita eksekusi maka proses selanjutnya adalah eksekusi melalui proses selanjutnya adalah eksekusi melalui proses pelelangan dengan bantuan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
Demikian penjelasan tentang penyitaan (beslag) dalam hukum acara perdata. Semoga bermanfaat.
Referensi :
1. Wildan Suyuthi, Sita Eksekusi, PT. Tatanusa, Jakarta. 2004;
2. M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2007;
2. M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2007;
3. Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, 2000;
4. Himpunan tanya jawab Rakerda, MARI, 1987;
5. P.N.H, Simanjuntak, Pokok-pokok Hukum Perdata Indonesia, Djambatan, Surakarta, 2009;
6. C.S.T. Konsil, Pengantar Ilmu Hukum Umum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta, 2002;
7. M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2009
Tim Lawvios
![]() |
Penjelasan Tentang Penyitaan (Beslag) dalam Hukum Acara Perdata |
COMMENTS