Baca Juga :
Tidak jarang para mahasiswa hukum ataupun lulusan hukum mengalami sedikit kesulitan ketika dihadapkan dengan pertanyaan dari masyarakat awam mengenai berapa usia yang dikategorikan sehingga seseorang dapat dikatakan dewasa?
Pertanyaan tersebut memang tidak bisa dihindari, apalagi praktek yang ada dinegara ini di setiap aspek yang sering dihadapi oleh masyarakat seperti misalnya dalam penandatanganan perjanjian atau akta di hadapan dinotaris yang mana salah satu persyaratan para pihak dalam membuat kontrak atau perjanjian harus cakap untuk membuat sebuah perjanjian.
Dalam Hukum perjanjian salah satu unsur kecakapan adalah dengan melihat usia atau umur seseorang, apabila subyek hukum dari perjanjian tersebut adalah orang-perseorangan. Sehingga apabila syarat kecakapan ini tidak dipenuhi maka suatu perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat subjektif perjanjian. Dengan demikian akibat hukumnya perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
Memang perlu disadari bahwa faktanya batas usia untuk pribadi (orang perorangan) untuk dapat melakukan perbuatan hukum masih menjadi polemik yang menimbulkan ketidakpastian hukum karena beberapa peraturan perundang-undangan memberikan pengaturan yang berbeda-beda pada batas usia dewasa. Kondisi keanekaragaman pengaturan batasan usia dalam hukum tersebut tidak jarang menimbulkan perbedaan persepsi dalam penerapan hukum oleh subjek hukum.
a. Anak pidana, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;
b. Anak negara, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;
c. Anak sipil, yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;
(Angka 3) : Anak yang Berkonflik dengan Hukum adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
(Angka 4) : Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.
(Angka 5) : Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
2. Pasal 98 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, yang berbunyi :Batas umur anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan.
Mengenai soal dewasa dapat diadakan pembedaan dalam:
a. dewasa politik, misalnya adalah batas umur 17 tahun untuk dapat ikut Pemilu;
b. dewasa seksuil, misalnya adalah batas umur 18 tahun untuk dapat melangsungkan pernikahan menurut Undang-Undang Perkawinan yang baru;
c. dewasa hukum. Dewasa hukum dimaksudkan adalah batas umur tertentu menurut hukum yang dapat dianggap cakap bertindak dalam hukum.
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23);
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
3. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
4. Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan;
5. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
6. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014;
7. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
8. Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia;
9. Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang;
10. Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi;
11. Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;
12. Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991);
13. SK Mendagri Dirjen Agraria Direktorat Pendaftaran Tanah (Kadaster) No. Dpt.7/539/7-77, tertanggal 13-7-1977.
Pertanyaan tersebut memang tidak bisa dihindari, apalagi praktek yang ada dinegara ini di setiap aspek yang sering dihadapi oleh masyarakat seperti misalnya dalam penandatanganan perjanjian atau akta di hadapan dinotaris yang mana salah satu persyaratan para pihak dalam membuat kontrak atau perjanjian harus cakap untuk membuat sebuah perjanjian.
Dalam Hukum perjanjian salah satu unsur kecakapan adalah dengan melihat usia atau umur seseorang, apabila subyek hukum dari perjanjian tersebut adalah orang-perseorangan. Sehingga apabila syarat kecakapan ini tidak dipenuhi maka suatu perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat subjektif perjanjian. Dengan demikian akibat hukumnya perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
Memang perlu disadari bahwa faktanya batas usia untuk pribadi (orang perorangan) untuk dapat melakukan perbuatan hukum masih menjadi polemik yang menimbulkan ketidakpastian hukum karena beberapa peraturan perundang-undangan memberikan pengaturan yang berbeda-beda pada batas usia dewasa. Kondisi keanekaragaman pengaturan batasan usia dalam hukum tersebut tidak jarang menimbulkan perbedaan persepsi dalam penerapan hukum oleh subjek hukum.
Ketentuan Cakap Hukum atau Dewasa Menurut Hukum di Indonesia
Untuk itu berikut ini adalah ketentuan usia cakap hukum berdasarkan aturan yang berlaku maupun aturan yang sudah dicabut di Indonesia yang kami golongkan secara lengkap :
Umur 16 Tahun
Diatur dalam pasal 45 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang berbunyi :
Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan: memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apa pun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasarkan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503 – 505, 514, 517 – 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah.
Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan: memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apa pun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasarkan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503 – 505, 514, 517 – 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah.
Namun pasal 45 KUHP ini dicabut semenjak berlakunya Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak.
Umur 18 Tahun
1. Pasal 47 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang berbunyi :
anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan pernikahan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya;
anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan pernikahan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya;
2. Pasal 1 Angka 26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi :
yang dimaksud dengan anak ialah: Setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun;3. Pasal 1 Angka 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan yang berbunyi ;
Anak didik pemasyarakatan adalah:a. Anak pidana, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;
b. Anak negara, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;
c. Anak sipil, yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;
4. Pasal 1 Angka 3, Angka 4 dan Angka 5, undang-undang nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang berbunyi :
(Angka 4) : Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.
(Angka 5) : Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
5. Pasal 1 Angka 5 undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi : Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.
6. Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 yang berbunyi :
Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.7. Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, yang berbunyi :
Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun.8. Pasal 4 Huruf h Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, yang berbunyi :
Warga Negara Indonesia adalah anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin.9. Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang berbunyi :
Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.10. Pasal 39 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang berbunyi :
Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah;
Umur 21 Tahun
1. Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi :
Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya.2. Pasal 98 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, yang berbunyi :
Aturan Lain Tentang Dewasa Menurut Hukum
Selain ketentuan yang telah diuraikan diatas, ada juga SK Mendagri Dirjen Agraria Direktorat Pendaftaran Tanah (Kadaster) No. Dpt.7/539/7-77, tertanggal 13-7-1977 (“SK Mendagri 1977”), yang pernah dijadikan rujukan dalam Penetapan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor : 891/Pdt.P/2013/PN Kpj, yang bunyinya :Mengenai soal dewasa dapat diadakan pembedaan dalam:
a. dewasa politik, misalnya adalah batas umur 17 tahun untuk dapat ikut Pemilu;
b. dewasa seksuil, misalnya adalah batas umur 18 tahun untuk dapat melangsungkan pernikahan menurut Undang-Undang Perkawinan yang baru;
c. dewasa hukum. Dewasa hukum dimaksudkan adalah batas umur tertentu menurut hukum yang dapat dianggap cakap bertindak dalam hukum.
Demikian penjelasan tentang Ketentuan Usia Cakap Hukum Berdasarkan Aturan yang Berlaku di Indonesia. Semoga bermanfaat.
Referensi :
Referensi :
Buku :
Penjelasan hukum tentang batasan umur (kecakapan dan kewenangan bertindak berdasar batasan umur), 2010, Ade Maman Suherman dan J. Satrio.Peraturan Perundang-Undangan :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23);
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
3. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
4. Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan;
5. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
6. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014;
7. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
8. Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia;
9. Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang;
10. Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi;
11. Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;
12. Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991);
13. SK Mendagri Dirjen Agraria Direktorat Pendaftaran Tanah (Kadaster) No. Dpt.7/539/7-77, tertanggal 13-7-1977.
Putusan Hakim :
Penetapan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor : 891/Pdt.P/2013/PN Kpj.
COMMENTS